KOMPAS.com - Dunia anak adalah dunia bermain, tak heran jika dalam
pikiran mereka hanya ada permainan. Jangan buru-buru panik bila menyadari anak
hanya ingin bermain. Psikolog Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd, bahkan
mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia bermain (sampai usia 12 tahun) justru
harus diberi waktu lebih untuk bermain.
"Sampai sekarang banyak
orangtua yang cenderung merasa khawatir karena anak-anaknya lebih sering
bermain dibanding belajar," ungkap Diana kepada Kompas Female,
beberapa waktu lalu di Jakarta.
Karena menganggap anak terlalu
sering bermain, orangtua lalu menjejali waktu kosong anak dengan berbagai les
pelajaran sepulang sekolah. Sebenarnya hal ini tidak perlu dilakukan karena
bisa membuat anak menjadi stres dan cenderung tidak kreatif. Tetapi, jika ingin
tetap mengisi waktu anak dengan kegiatan yang bermanfaat, sebaiknya hindari
memberikan les pelajaran kepada anak. Anda bisa memberi mereka les keterampilan
dan kesenian seperti les menari, melukis, musik, dan lain sebagainya.
"Les seperti ini juga bisa
membantu merangsang kreativitas dan perkembangan otak mereka," ungkap
Diana.
Menurut sebuah riset, anak-anak
dalam usia bermain yang diberi waktu lebih lama untuk bermain di luar rumah dan
ruang untuk berekspresi, ternyata jauh lebih pandai dan lebih kreatif dibanding
anak yang hanya belajar formal di sekolah atau di tempat kursus. "Ketika
anak bermain di luar rumah mereka akan menemukan berbagai hal baru, dan mampu
mengkomunikasikan keinginannya kepada teman-temannya," tukasnya.
Bermain terbukti membantu anak untuk
lebih mudah bersosialisasi dengan teman-teman lainnya. Ketika bergaul dengan
anak-anak lain, anak mungkin akan menemukan beragam konflik. Proses bermain dan
berkonflik dengan teman ini akan membantu membentuk kemampuan anak untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya dengan teman. Dalam prosesnya, bermain juga
kerap diidentikkan dengan proses kreatif yang dialaminya.
"Waktu bermain, anak juga
dituntut untuk lebih kreatif dengan menciptakan permainan sendiri dari bahan
yang ada di sekitarnya, agar permainan mereka lebih menyenangkan," tutur
psikolog yang berpraktik di RS Pluit dan Intermed Health Care ini.
Strategi membuat anak mau belajar
Untuk menghindari stres pada anak, Diana menyarankan untuk tidak terlalu membebani anak dengan berbagai pelajaran sepulang sekolah. Sebaiknya, beri waktu anak untuk bermain setelah pulang sekolah dan belajar di sore hari. "Riset membuktikan bahwa setelah bermain, otak anak menjadi lebih segar dan lebih siap untuk menerima pelajaran. Proses belajar pun jadi menyenangkan bagi mereka," tambah pengajar di James Cook University, Singapura, ini.
Untuk menghindari stres pada anak, Diana menyarankan untuk tidak terlalu membebani anak dengan berbagai pelajaran sepulang sekolah. Sebaiknya, beri waktu anak untuk bermain setelah pulang sekolah dan belajar di sore hari. "Riset membuktikan bahwa setelah bermain, otak anak menjadi lebih segar dan lebih siap untuk menerima pelajaran. Proses belajar pun jadi menyenangkan bagi mereka," tambah pengajar di James Cook University, Singapura, ini.
Namun sebagai orangtua pasti Anda
tak ingin anak menjadi malas belajar. Ada strategi yang bisa dilakukan untuk
menyiasati agar anak tak hanya suka bermain, tapi juga suka belajar.
"Selang-selingkan antara kegiatan dan jadwal yang disukai dengan yang
tidak disukainya," tukasnya.
Waktu bermain bisa diselang-seling
dengan waktu belajar. Sepulang sekolah, biarkan anak bermain sampai siang hari.
Sore harinya, beri anak waktu untuk belajar, dan mengerjakan semua tugas
sekolahnya. Malam hari sebelum tidur, anak boleh menonton televisi. Jadwal yang
berselang-seling ini bisa membantu anak untuk mengerjakan tugas mereka lebih
cepat, tepat, dan bersemangat untuk menyelesaikannya. Dengan demikian, mereka bisa
segera melakukan hal yang diinginkannya.
