Selama
ini kita mengenal Wali Allah sebagai orang yang dikeramatkan, dan mampu
melakukan hal hal yang luar biasa. Di Pulau Jawa kita mengenal Wali Songo ,
sembilan orang Kyai yang menyebarkan agama Islam di Pulau jawa yang dikenal
mencapai tingkatan para wali. Masing masing wali mempunyai keistimewaan sendiri
sendiri. Seperti Sunan Bonang yang menciptakan buah atap (kolang kaling)
menjadi butiran emas dihadapan Raden Mas Said yang hendak merampoknya. Sunan
Kalijaga membuat tiang utama Masjid Demak dalam semalam dan lain sebagainya.
Dalam
kisah hikmah dari berbagai buku kita menemukan banyak tokoh yang ditenggarai
sebagai wali Allah dan mampu melakukan hal yang luar biasa, seperti berjalan
melipat bumi atau menempuh jarak yang amat jauh hanya dengan sekejap mata.
Berjalan diatas air, mendapat makanan dari langit, berbicara dengan binatang
buas, tidak terlihat oleh musuh dan lain sebagainya.
Betulkah
para wali mempunyai karomah dan mampu melakukan hal yang luar biasa ? . Masih
adakah para wali seperti itu dizaman modern ini? Berikut ini kami sampaikan
beberapa artikel tentang Wali Allah yang kami kutip dari situs www.eryevolutions.co.cc mudah mudahan bisa
menambah wawasan kita.
1. WALI
ALLAH SIAPAKAH MEREKA ?
Mulyadi – Muhammad
Ibnu Anwar
“Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang- orang yang beriman dan mereka
selalu bertakwa.” (QS. Yunus : 62-63).
Ayat di
atas mengandung pengertian bahwa wali Allah (waliyullah) ialah orang yang
beriman dan bertakwa.(lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 2 hal 422). (Wali-wali
Allah) ialah orang yang beriman kepada hal yang gaib, mendirikan salat,
menafkahkan sebagian rezeki yang telah Allah anugerahkan kepadanya. Mereka juga
beriman kepada yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (Al-Qur’an) dan yang
diturunkan kepada nabi- nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, serta mereka meyakini
adanya hari akhir. Mereka (wali-wali Allah) itu adalah golongan yang mengikuti
Nabi Muhammad SAW (lihat Tafsir Tanwiirul Miqbas, hal 4).
Terhadap
mereka (wali-wali Allah) terkadang tampak karamah ketika sedang dibutuhkan.
Seperti karamah Maryam ketika ia mendapatkan rezeki berupa makanan di rumahnya
(QS.3 : 35) (lihat Firqah an Naajiyah Bab 31).
Maka
wilayah (kewalian) memang ada. Tetapi ia tidak terjadi kecuali pada hamba yang
mukmin, taat dan mengesakan Allah. Adapun karamah tidak menjadi syarat untuk
seseorang disebut sebagai wali Allah, sebab syarat demikian tidak diberitakan
dalam Al Qur’an.
Tingkat
kewalian yang terdapat dalam diri seseorang mukmin sesuai dengan tingkat
keimanannya. Para wali Allah yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah para
nabi, dan diantara para nabi yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah para
rasul, dan diantara para rasul yang paling tinggi tingkat kewaliaanya adalah
rasul ulul azmi, dan diantara rasul ulul azmi yang paling tinggi tingkat
kewaliannya adalah Rasulullah Muhammad SAW. Maka barangsiapa yang mengaku
mencintai Allah dan dekat dengan-Nya (mengaku sebagai wali Allah), tetapi ia
tidak mengikuti sunah Rasulullah Muhammad SAW, maka sebenarnya ia bukanlah wali
Allah tetapi musuh Allah dan wali setan (lihat Al Furqan, hal 6) .
Apa yang
tampak pada sebagian ahli bid’ah seperti memukul-mukulkan besi ke perut,
memakan api dan sebagainya dengan tidak menimbulakn cedera apapun, maka itu
adalah dari perbuatan setan. Hal yang demikian bukanlah karamah tetapi
istidraaj agar mereka semakin jauh tenggelam dalam kesesatan (lihat Firqah an
Najitaah Bab 31).
Mengenai
hal tersebut, Asy Syeikh Hasyim Al Asy’ari r.a. (tokoh pendiri Nahdlatul Ulama,
NU) berkata : “Barangsiapa yang mengaku sebagai wali Allah tanpa mengikuti
sunah, maka pengakuannya adalah kebohongan.” (Ad Durar Al Muntasirah, hal 4)
Apa yang
dikatakan oleh Asy Syeikh Hasyim Al Asy’ari di atas diperkuat dengan perkataan
Imam Asy Syafi’I r.a. : “Jika kalian melihat seseorang yang mampu berjalan di
atas air dan terbang di angkasa, maka janganlah kalian tertipu olehnya,
sehingga kalian serahkan urusannya kepada Al Qur’an (dan As Sunah)*.”(lihat
Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah hal 573) *Maksudnya jika tingkah laku sehari-
hari orang tersebut sesuai dengan dengan Al Qur’an dan As Sunah, maka ia adalah
seorang wali Allah, tetapi jika tidak sesuai, maka ia adalah seorang wali
setan. pen.
Menurut
persepsi kebanyak orang, wali adalah orang yang mengetahui ilmu gaib. Padahal
ilmu gaib sesuatu yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Memang terkadang
hal itu ditampakan pada sebagian Rasul-Nya, jika Dia menghendakinya (QS Al Jin
: 26-27).
Sebagian
orang lagi menyangka bahwa setiap kuburan yang dibangun di atasnya kubah adalah
wali. Padahal bisa jadi kuburan tersebut di dalamnya adalah orang fasik, atau
bahkan mungkin tad ada manusia yang dikubur di dalamnya.
Seorang
wali bukanlah yang dikuburkan di dalam masjid atau yang dibangun di atasnya
suatu bangunan atau kubah. Hal itu justru melanggar syari’at Islam, bahkan
Rasulullah SAW melarang mengkapur kuburan atau dibangun sesuatu di atasnya (HR.
Muslim) (lihat Firqah an Naajiyah Bab 31)
Kesimpulan :
Semua orang yang beriman adalah wali Allah, dan di dalam diri setiap orang yang beriman terdapat tingkat kewalian sesuai dengan tingkat keimanannya. (lihat Mujmal Ushul Ahlissunnah wal Jamaah fi Al Aqidah, pasal 2).
Semua orang yang beriman adalah wali Allah, dan di dalam diri setiap orang yang beriman terdapat tingkat kewalian sesuai dengan tingkat keimanannya. (lihat Mujmal Ushul Ahlissunnah wal Jamaah fi Al Aqidah, pasal 2).
Posting Milis
(MediaKita)Manajemen Qolbu No 45
2. TANDA TANDA WALI ALLAH
1. Jika melihat mereka, akan mengingatkan kita
kepada Allah swt.
Dari Amru Ibnul Jammuh, katanya:
Dari Amru Ibnul Jammuh, katanya:
“Ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Allah berfirman:
“Sesungguhnya hamba-hambaKu, wali-waliKu adalah orang-orang yang Aku sayangi.
Mereka selalu mengingatiKu dan Akupun mengingai mereka.”
Dari Said ra, ia berkata:
“Ketika Rasulullah saw ditanya: “Siapa wali-wali Allah?” Maka beliau
bersabda: “Wali-wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat dapat
mengingatkan kita kepada Allah.”
2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang mencarinya.
Dari Abdullah Ibnu Umar Ibnu Khattab, katanya:
10 Hadis riwayat Abu Daud dalam Sunannya dan Abu Nu’aim dalam Hilya jilid I
hal. 6
Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Auliya’ dan Abu Nu’aim di dalam
Al Hilya Jilid I hal 6).
“Pada suatu kali Umar mendatangi tempat Mu’adz ibnu Jabal ra, kebetulan ia
sedang menangis, maka Umar berkata: “Apa yang menyebabkan engkau menangis,
wahai Mu’adz?” Kata Mu’adz: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Orang-orang yang paling dicintai Allah adalah mereka yang bertakwa yang suka
menyembunyikan diri, jika mereka tidak ada, maka tidak ada yang mencarinya, dan
jika mereka hadir, maka mereka tidak dikenal. Mereka adalah para imam petunjuk
dan para pelita ilmu.”
3. Mereka bertakwa kepada Allah.
Allah swt berfirman:
Allah swt berfirman:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhuwatiran terhadap
mereka dan tidak pula mereka bersedih hati Mereka itu adalah orang-orang yang
beriman dan mereka selalu bertaqwa.. Dan bagi mereka diberi berita gembira di
dalam kehidupan dunia dan akhirat”13
Abul Hasan As Sadzili pernah berkata: “Tanda-tanda kewalian seseorang adalah
redha dengan qadha, sabar dengan cubaan, bertawakkal dan kembali kepada Allah
ketika ditimpa bencana.”
4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya.
Dari Umar Ibnul Khattab ra berkata:
Hadis riwayat Nasa’i, Al Bazzar dan Abu Nu’aim di dalam Al Hilyah jilid I
hal. 6
Surah Yunus: 62 – 64
Hadisriwayat.Al Mafakhiril ‘Aliyah hal 104
“Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya sebahagian hamba Allah ada
orang-orang yang tidak tergolong dalam golongan para nabi dan para syahid,
tetapi kedua golongan ini ingin mendapatkan kedudukan seperti kedudukan mereka
di sisi Allah.” Tanya seorang: “Wahai Rasulullah, siapakah mereka dan apa
amal-amal mereka?” Sabda beliau: “Mereka adalah orang-orang yang saling kasih
sayang dengan sesamanya, meskipun tidak ada hubungan darah maupun harta di
antara mereka. Demi Allah, wajah mereka memancarkan cahaya, mereka berada di
atas mimbar-mimbar dari cahaya, mereka tidak akan takut dan susah.” Kemudian
Rasulullah saw membacakan firman Allah yang artinya: “Ingatlah, sesungguhnya
wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula
mereka bersedih hati.”
5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berbudi pekerti yang baik.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa”Rasulullah saw bersabda:
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa”Rasulullah saw bersabda:
Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilya jilid I, hal 5
“Ada tiga sifat yang jika dimiliki oleh seorang, maka ia akan menjadi wali
Allah, iaitu: pandai mengendalikan perasaannya di saat marah, wara’ dan berbudi
luhur kepada orang lain.”
Rasulullah saw bersabda: “Wahai Abu Hurairah, berjalanlah engkau seperti segolongan orang yang tidak takut ketika manusia ketakutan di hari kiamat. Mereka tidak takut siksa api neraka ketika manusia takut. Mereka menempuh perjalanan yang berat sampai mereka menempati tingkatan para nabi. Mereka suka berlapar, berpakaian sederhana dan haus, meskipun mereka mampu. Mereka lakukan semua itu demi untuk mendapatkan redha Allah. Mereka tinggalkan rezeki yang halal kerana akan amanahnya. Mereka bersahabat dengan dunia hanya dengan badan mereka, tetapi mereka tidak tertipu oleh dunia. Ibadah mereka menjadikan para malaikat dan para nabi sangat kagum. Sungguh amat beruntung mereka, alangkah senangnya jika aku dapat bertemu dengan mereka.” Kemudian Rasulullah saw menangis kerana rindu kepada mereka. Dan beliau bersabda: “Jika Allah hendak menyiksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksaNya. Wahai Abu Hurairah, hendaknya engkau menempuh jalan mereka, sebab siapapun yang menyimpang dari penjalanan mereka, maka ia akan mendapati siksa yang berat.”
Rasulullah saw bersabda: “Wahai Abu Hurairah, berjalanlah engkau seperti segolongan orang yang tidak takut ketika manusia ketakutan di hari kiamat. Mereka tidak takut siksa api neraka ketika manusia takut. Mereka menempuh perjalanan yang berat sampai mereka menempati tingkatan para nabi. Mereka suka berlapar, berpakaian sederhana dan haus, meskipun mereka mampu. Mereka lakukan semua itu demi untuk mendapatkan redha Allah. Mereka tinggalkan rezeki yang halal kerana akan amanahnya. Mereka bersahabat dengan dunia hanya dengan badan mereka, tetapi mereka tidak tertipu oleh dunia. Ibadah mereka menjadikan para malaikat dan para nabi sangat kagum. Sungguh amat beruntung mereka, alangkah senangnya jika aku dapat bertemu dengan mereka.” Kemudian Rasulullah saw menangis kerana rindu kepada mereka. Dan beliau bersabda: “Jika Allah hendak menyiksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksaNya. Wahai Abu Hurairah, hendaknya engkau menempuh jalan mereka, sebab siapapun yang menyimpang dari penjalanan mereka, maka ia akan mendapati siksa yang berat.”
6. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana.
Dari Ibnu Umar ra, katanya:
Dari Ibnu Umar ra, katanya:
“Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang
diberi makan dengan rahmatNya dan diberi hidup dalam afiyahNya, jika Allah
mematikan mereka, maka mereka akan dimasukkan ke dalam syurgaNya. Segala bencana
yang tiba akan lenyap secepatnya di hadapan mereka, seperti lewatnya malam hari
di hadapan mereka, dan mereka tidak terkena sedikitpun oleh bencana yang
datang.”
Rujukan:-
Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Al Auliya’
Hadis riwayat Abu Hu’aim dalam kitab Al Hilya
Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilya jilid I hal 6
8. Hati mereka selalu terkait kepada Allah.
Imam Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya.. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da’i kepada agamaNya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka.”
Imam Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya.. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da’i kepada agamaNya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka.”
9. Mereka senang bermunajat di akhir malam.
Imam Ghazali menyebutkan: “Allah pernah memberi ilham kepada para siddiq: “Sesungguhnya ada hamba-hambaKu yang mencintaiKu dan selalu merindukan Aku dan Akupun demikian. Mereka suka mengingatiKu dan memandangKu dan Akupun demikian. Jika engkau menempuh jalan mereka, maka Aku mencintaimu. Sebaliknya, jika engkau berpaling dari jalan mereka, maka Aku murka kepadamu. ” Tanya seorang siddiq: “Ya Allah, apa tanda-tanda mereka?” Firman Allah: “Di siang hari mereka selalu menaungi diri mereka, seperti seorang pengembala yang menaungi kambingnya dengan penuh kasih sayang, mereka merindukan terbenamnya matahari, seperti burung merindukan sarangnya. Jika malam hari telah tiba tempat tidur telah diisi oleh orang-orang yang tidur dan setiap kekasih telah bercinta dengan kekasihnya, maka mereka berdiri tegak dalam solatnya. Mereka merendahkan dahi-dahi mereka ketika bersujud, mereka bermunajat, menjerit, menangis, mengadu dan memohon kepadaKu. Mereka berdiri, duduk, ruku’, sujud untukKu. Mereka rindu dengan kasih sayangKu. Mereka Aku beri tiga kurniaan: Pertama, mereka Aku beri cahayaKu di dalam hati mereka, sehingga mereka dapat menyampaikan ajaranKu kepada manusia. Kedua, andaikata langit dan bumi dan seluruh isinya ditimbang dengan mereka, maka mereka lebih unggul dari keduanya. Ketiga, Aku hadapkan wajahKu kepada mereka. Kiranya engkau akan tahu, apa yang akan Aku berikan kepada mereka?”
Imam Ghazali menyebutkan: “Allah pernah memberi ilham kepada para siddiq: “Sesungguhnya ada hamba-hambaKu yang mencintaiKu dan selalu merindukan Aku dan Akupun demikian. Mereka suka mengingatiKu dan memandangKu dan Akupun demikian. Jika engkau menempuh jalan mereka, maka Aku mencintaimu. Sebaliknya, jika engkau berpaling dari jalan mereka, maka Aku murka kepadamu. ” Tanya seorang siddiq: “Ya Allah, apa tanda-tanda mereka?” Firman Allah: “Di siang hari mereka selalu menaungi diri mereka, seperti seorang pengembala yang menaungi kambingnya dengan penuh kasih sayang, mereka merindukan terbenamnya matahari, seperti burung merindukan sarangnya. Jika malam hari telah tiba tempat tidur telah diisi oleh orang-orang yang tidur dan setiap kekasih telah bercinta dengan kekasihnya, maka mereka berdiri tegak dalam solatnya. Mereka merendahkan dahi-dahi mereka ketika bersujud, mereka bermunajat, menjerit, menangis, mengadu dan memohon kepadaKu. Mereka berdiri, duduk, ruku’, sujud untukKu. Mereka rindu dengan kasih sayangKu. Mereka Aku beri tiga kurniaan: Pertama, mereka Aku beri cahayaKu di dalam hati mereka, sehingga mereka dapat menyampaikan ajaranKu kepada manusia. Kedua, andaikata langit dan bumi dan seluruh isinya ditimbang dengan mereka, maka mereka lebih unggul dari keduanya. Ketiga, Aku hadapkan wajahKu kepada mereka. Kiranya engkau akan tahu, apa yang akan Aku berikan kepada mereka?”
Rujukan:-
Nahjul Balaghah hal 595 dan Al Hilya jilid 1 hal.. 80
Ihya’ Ulumuddin jilid IV hal 324 dan Jilid I hal 358
10. Mereka suka menangis dan mengingat Allah.
‘Iyadz ibnu Ghanam menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Malaikat memberitahu kepadaku: “Sebaik-baik umatku berada di tingkatan-tingkatan tinggi. Mereka suka tertawa secara terang, jika mendapat nikmat dan rahmat dari Allah, tetapi mereka suka menangis secara rahsia, kerana mereka takut mendapat siksa dari Allah. Mereka suka mengingat Tuhannya di waktu pagi dan petang di rumah-rumah Tuhannya. Mereka suka berdoa dengan penuh harapan dan ketakutan. Mereka suka memohon dengan tangan mereka ke atas dan ke bawah. Hati mereka selalu merindukan Allah. Mereka suka memberi perhatian kepada manusia, meskipun mereka tidak dipedulikan orang. Mereka berjalan di muka bumi dengan rendah hati, tidak congkak, tidak bersikap bodoh dan selalu berjalan dengan tenang. Mereka suka berpakaian sederhana. Mereka suka mengikuti nasihat dan petunjuk Al Qur’an. Mereka suka membaca Al Qur’an dan suka berkorban. Allah suka memandangi mereka dengan kasih sayangNya. Mereka suka membahagikan nikmat Allah kepada sesama mereka dan suka memikirkan negeri-negeri yang lain. Jasad mereka di bumi, tapi pandangan mereka ke atas. Kaki mereka di tanah, tetapi hati mereka di langit. Jiwa mereka di bumi, tetapi hati mereka di Arsy. Roh mereka di dunia, tetapi akal mereka di akhirat. Mereka hanya memikirkan kesenangan akhirat. Dunia dinilai sebagai kubur bagi mereka. Kubur mereka di dunia, tetapi kedudukan mereka di sisi Allah sangat tinggi. Kemudian beliau menyebutkan firman Allah yang artinya: “Kedudukan yang setinggi itu adalah untuk orang-orang yang takut kepada hadiratKu dan yang takut kepada ancamanKu.”
‘Iyadz ibnu Ghanam menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Malaikat memberitahu kepadaku: “Sebaik-baik umatku berada di tingkatan-tingkatan tinggi. Mereka suka tertawa secara terang, jika mendapat nikmat dan rahmat dari Allah, tetapi mereka suka menangis secara rahsia, kerana mereka takut mendapat siksa dari Allah. Mereka suka mengingat Tuhannya di waktu pagi dan petang di rumah-rumah Tuhannya. Mereka suka berdoa dengan penuh harapan dan ketakutan. Mereka suka memohon dengan tangan mereka ke atas dan ke bawah. Hati mereka selalu merindukan Allah. Mereka suka memberi perhatian kepada manusia, meskipun mereka tidak dipedulikan orang. Mereka berjalan di muka bumi dengan rendah hati, tidak congkak, tidak bersikap bodoh dan selalu berjalan dengan tenang. Mereka suka berpakaian sederhana. Mereka suka mengikuti nasihat dan petunjuk Al Qur’an. Mereka suka membaca Al Qur’an dan suka berkorban. Allah suka memandangi mereka dengan kasih sayangNya. Mereka suka membahagikan nikmat Allah kepada sesama mereka dan suka memikirkan negeri-negeri yang lain. Jasad mereka di bumi, tapi pandangan mereka ke atas. Kaki mereka di tanah, tetapi hati mereka di langit. Jiwa mereka di bumi, tetapi hati mereka di Arsy. Roh mereka di dunia, tetapi akal mereka di akhirat. Mereka hanya memikirkan kesenangan akhirat. Dunia dinilai sebagai kubur bagi mereka. Kubur mereka di dunia, tetapi kedudukan mereka di sisi Allah sangat tinggi. Kemudian beliau menyebutkan firman Allah yang artinya: “Kedudukan yang setinggi itu adalah untuk orang-orang yang takut kepada hadiratKu dan yang takut kepada ancamanKu.”
11. Jika mereka berkeinginan, maka Allah memenuhinya.
Dari Anas ibnu Malik ra berkata: “Rasul saw bersabda: “Berapa banyak manusia lemah dan dekil yang selalu dihina orang, tetapi jika ia berkeinginan, maka Allah memenuhinya, dan Al Barra’ ibnu Malik, salah seorang di antara mereka.”
Dari Anas ibnu Malik ra berkata: “Rasul saw bersabda: “Berapa banyak manusia lemah dan dekil yang selalu dihina orang, tetapi jika ia berkeinginan, maka Allah memenuhinya, dan Al Barra’ ibnu Malik, salah seorang di antara mereka.”
Ketika Barra’ memerangi kaum musyrikin, para sahabat: berkata: “Wahai
Barra’, sesungguhnya Rasulullah saw pernah bersabda: “Andaikata Barra’ berdoa,
pasti akan terkabul. Oleh kerana itu, berdoalah untuk kami.” Maka Barra’
berdoa, sehingga kami diberi kemenangan.
Di medan peperangan Sus, Barra’ berdo’a: “Ya Allah, aku mohon, berilah
kemenangan kaum Muslimin dan temukanlah aku dengan NabiMu.” Maka kaum Muslimin
diberi kemenangan dan Barra’ gugur sebagai syahid.
Rujukan:-
Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam Hilya jilid I, hal 16
12. Keyakinan mereka dapat menggoncangkan gunung.
Abdullah ibnu Mas’ud pernah menuturkan:
“Pada suatu waktu ia pernah membaca firman Allah: “Afahasibtum annamaa
khalaqnakum ‘abathan”, pada telinga seorang yang pengsan. Maka dengan izin
Allah, orang itu segera sedar, sehingga Rasuulllah saw bertanya kepadanya: “Apa
yang engkau baca di telinga orang itu?” Kata Abdullah: “Aku tadi membaca firman
Allah: “Afahasibtum annamaa khalaqnakum ‘abathan” sampai akhir surah.” Maka
Rasul saw bersabda: “Andaikata seseorang yakin kemujarabannya dan ia
membacakannya kepada suatu gunung, pasti gunung itu akan hancur.”
- Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam Al Hilya jilid I hal 7
3. HAKIKAT SAKIT SEORANG WALI ALLAH
Suatu hari
aku berziarah kepada Guruku. Saat itu Beliau sedang terbaring di opname dirumah
sakit. Bersyukur sekali dalam kedaan darurat aku di izinkan untuk langsung
bertemu Beliau. Aku masih ingat saat itu aku menangis lama melihat Guruku yang
selama ini gagah dan sehat terbaring lemah di kamar rumah sakit. Aku masuk
kekamar dengan pelan agar tidak mengganggu istrahat Beliau. Beliau melirik ke arahku
dan berkata:
“Kapan kau datang?”
“Baru 1 jam yang lalu
Guru”
Kemudian Beliau menatap
langit-langit kamar seakan ingin mengatakan sesuatu tapi tidak sempat keluar
dari mulut Beliau. Dalam hatiku berkata, bagaimana mungkin seorang wali Allah
bisa sakit, padahal segala jenis penyakit sembuh berkat doa dan syafaat Beliau.
Saat aku sedang mengucapkan itu dalam hati, kemudia Beliau menoleh kepadaku dan
berkata:
“Sufi Muda, rohani
Gurumu itu tidak pernah sakit karena dia berasal dari Yang Maha Sehat dan akan
terus mengalirkan syafaat serta terus menerus menyalurkan rahmat dan karunia
Allah lewat dadanya, akan tetapi fisik Gurumu akan tunduk kepada Firman Afaqi
sesuai dengan hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Tuhan. Salah satu sifat
dari Nabi adalah HARUS dia seperti manusia biasa. Kalau Nabi terkena api harus
dirasakan panas seperti layaknya manusia begitu juga kalau nabi berjalan di
tengah malam akan merasakan dingin. Begitu juga berlaku kepada wali-Nya, akan
tunduk kepada hukum alam ini. Sifat HARUS seperti manusia itu juga salah satu
cara Tuhan menyembunyikan Kekasih-Nya dari pandangan dunia ini. Junjungan kita
Nabi Muhammad SAW berani dilempari kotoran unta dikarenakan orang kafir
terhijab oleh hijab Insani”.
Aku hanya diam di sudut ranjang,
menatap mata Guru yang amat aku sayangi dan setiap pertemuan aku dengan Guruku
selalu aku rasakan hal baru yang sangat sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Benar sekali apa yang dikemukan oleh para sufi bahwa bertemu dengan Guru
Mursyid itu adalah satu karunia Allah yang sangat besar. Saat menatap mata
Beliau seakan-akan ruhani ini terbawa melayang langsung ke Alam Rabbani. Salah
satu hadab bertemu dengan Guru adalah tidak diperkenankan kita banyak berbicara
dan baiknya hanya mendengar dan ketika ditanya oleh Guru haruslah menjawabnya
dengan bahasa yang sopan dan dalam hati terlebih dahulu harus memperbanyak
Istikhfar, memohon ampun kepada-Nya agar dalam mengucapkan kata-kata kepada
Guru nanti tidak disusupi oleh nafsu dan setan.
Dalam hatiku kembali timbul pertanyaan,
bukankah Guru bisa berdoa kepada Allah agar disembuhkan dari penyakit ini?
Sebagai Wali Allah tentu saja Beliau bisa mendengar suara hatiku, tiba-tiba
guruku berkata, “Tidak seperti itu
Sufimuda….”
“Pernahkah kau
mendengar kisah tentang Nabi Ayyub?”
“Pernah Guru”
“Apa yang kau ketahui
tentang Nabi Ayyub?”
“Nabi Ayyub adalah
nabi yang paling banyak mengalami sakit, Guru” jawabku.
Kemudian Beliau dengan senyum
berkata, “Nabi Ayyub, sakit-sakitan dia, kemudian
dia berdoa kepada Allah, ‘Ya Allah sembuhkanlah penyakitku ini’, kemudian Allah
berfirman, ‘Apa kau ucapkan Ayyub?’ nabi Ayyyub kembali mengulang do’anya:
‘tolong sembuhkanlah penyakitku ini’ dengan marah Tuhan berkata kepada Nabi
Ayyub: ‘Hai Ayyub, sekali lagi kau berdo’a seperti itu aku tampar engkau nanti’
Kemudian dengan polosnya nabi Ayyub bertanya kepada Allah: ‘Ya Allah, berarti
engkau senang kalau aku sakit?’ dengan tegas Allah menjawab: ‘Ya, Aku senang
kau sakit’. Setelah Nabi Ayyub tahu Tuhan senang kalau dia sakit maka diapun dengan
senang menjalani sakitnya itu. Setiap dia mau ambil wudhuk dia pindahkan ulat
yang ada di badannya dan setelah selesai beribadah kembali diambil ulat tadi
diletakkan di badannya sambil berkata kepadda ulat, ‘hai ulat, kembali kau
kesini, Tuhan senang aku sakit’. Begitulah yang dialami nabi Ayyub, maka Gurumu
ada persamaan seperti itu”.
Sambil minum segelas air putih
kembali Beliau berkata kepadaku, “Aku sudah berjanji
kepada Tuhan agar terus memuja-Nya dan berdakwah, makanya setiap aku cerita
tentang Tuhan maka badanku terasa enak”.
“Sufi Muda….”
“Saya Guru…”
“Suatu saat nanti kau
pasti tahu kenapa aku sakit, silahkan baca dan renungi 2 ayat terakhir dari
surat at-Taubah, disana kau menemukan jawabannya. Bacalah Laqadjaakum dengan
pelan dan mesra jangan seperti burung beo yang tidak pernah tahu makna dari
ucapannya”.
Kemudian Beliau membacakan surat
at-Taubah sambil menangis, “Laqadjaakum Rasulun
min anfusikum, azizun alaihi ma anittum, harisun alaikum bil mukminina raufur
rahim….”
Aku merasakan dadaku bergemuruh dan
berguncang hebat mendengar ayat yang Beliau bacakan. Serasa rontok dada ini,
dan seluruh tubuh berguncang hebat, aku menangis dengan sejadi-jadinya. Apalagi
Beliau membacakan arti ayat tersebut, “…. Berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan, amat belas
kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin….”
Sungguh lama aku tenggelam dalam
tangisan sambil menatap wajah Guruku yang mulia. Firman Allah yang dibacakan
oleh kekasih Allah sangat berbeda dengan ayat Allah yang dibacakan oleh pada
umumnya orang. Benar seperti yang dikemukan oleh Para Syekh Besar bahwa apabila
Wali-Nya membacakan ayat-Nya pastilah Dia hadir menyertai bacaan Kekasih-Nya.
Aku memangis menyesali diri yang
selama ini hanya menjadi beban Guru, hanya bisa meminta tapi belum bisa
memberi, hanya bisa membebani belum bisa berbhakti, hanya mementingkan diri
sendiri tanpa mau peduli, hanya mengharapkan kasih sayang tanpa mau menyayangi.
“Sufi Muda….”
“Saya Guru…”
“Jangan pernah engkau
patah semangat kalau melihat Gurumu seperti ini, seluruh dokter di dunia ini
tidak akan bisa menyembuhkan sakitku ini. Tuhan ingin menunjukkan
kebesaran-Nya. Dan Tuhan sekarang sedang bekerja ke arah sana. Yang kau lihat
keramat dan gagah dalam nyata dan mimpimu itu bukanlah aku, tapi itu adalah
pancarahan dari Nur Ilahi. Aku hanyalah seorang hamba yang tiada berdaya.
Muridku….yang Hebat itu Tuhan saja”
Kemudian Beliau membacakan surat
Al-Mujaadilah ayat 21: “Kataballahu La
Aghlibanna anaa wa rusulii, innallahaa qawiyum ‘azii zun (Allah telah
menetapkan, bahwa tiada kamus kalah bagi Ku dan rasul-rasul-Ku. Sesungguhnya
Allah Maha Kuat dan Maha Gagah”.
Ketika aku berpamitan sambil mencium
tangannya
Barulah aku tahu bahwa sakit seorang
Wali itu bukan sakit biasa akan tetapi sakit karunia. Sakit menanggung beban
dari orang-orang yang selalu bersamanya bahkan beban dunia ini. Seminggu
kemudian Beliau sembuh, sehat wal afiat bahkan lebih sehat seperti sebelumnya.
Terimakasih Tuhan atas berkenannya Engkau mengabulkan do’aku sehingga Guruku
sehat kembali.
Ya Tuhan,
Berilah panjang umur dan kesehatan
kepada Guruku agar beliau lebih lama lagi membimbing dan menuntun aku yang
bodoh dan dungu ini ke jalan-Mu yang Maha lurus.
Ya Tuhan,
Andai masih ada karunia berupa
kesenangan dunia yang kelak akan Engkau berikan sepanjang hidupku, berikanlah
kesenangan itu kepada Guruku agar Beliau selalu bahagia dan sejahtera.
Ya Tuhan,
Jadikanlah aku orang yang selalu
bisa merasakan apa yang dirasakan Guruku, senyumnya menjadi senyumku, deritanya
menjadi deritaku, kepedihannya menjadi kepedihanku agar aku bisa mengerti makna
dan tujuan hidup di dunia ini.
Ya Tuhan,
Jangan engkau memasukkan aku kedalam
orang-orang yang merasa dekat kepada kekasih-Mu yang tanpa sadar justru lebih
banyak menyakiti hatinya. Janganlah aku menyayangi kekasih-Mu seperti sayangnya
anak kecil kepada seekor kuncing yang terus menerus didekap dalam pelukannya
sehingga kucing itu sulit bernafas dan akhirnya mati. Jadikanlah rasa sayangku
kepada Guruku sebagaimana Ia ingin disayang.
Ya Tuhan,
Ajari aku yang bodoh, lemah dan
tiada berdaya ini untuk bisa mencintai kekasih-Mu sebagaimana ia ingin
dicintai.
Ya Tuhan,
Izinkanlah aku bisa terus bersama
kekasih-Mu dan bisa melayaninya dengan baik.
Ya Tuhan
Perkenankanlah doaku ini….
Koeta Radja, 9 Maret ’09
4. ‘UWAIYS AL – QARANI – WALI ALLAH
YANG TERSEMBUNYI
“Wali-Wali Allah tidak berkata:
‘ikuti saya’ tapi berkata: ‘Ikuti Allah dan Rasul-Nya!’ Siapa yang terbuka
hatinya mengikuti mereka.
Wali-Wali Allah tersembunyi, bukan fisiknya tapi Maqom Spiritualnya
[tersembunyi] dari orang-orang yang buta matahatinya.
Banyak yang ingin mendekati Allah tapi menjauhi para wali-Nya.
Pemuka para wali adalah para Nabi dan Sahabat Rasulullah Saw.
Sultan para wali adalah Nabiyur-Rahmah Muhammad Saw.
yang melalui beliau mengalir ilmu-ilmu Hakikat Allah
dari “hati spiritual” ke “hati spiritual” para hamba-Nya yang mukhlisin.”
- Dikutip dari kata-kata mutiara Wiyoso Hadi -
Wali-Wali Allah tersembunyi, bukan fisiknya tapi Maqom Spiritualnya
[tersembunyi] dari orang-orang yang buta matahatinya.
Banyak yang ingin mendekati Allah tapi menjauhi para wali-Nya.
Pemuka para wali adalah para Nabi dan Sahabat Rasulullah Saw.
Sultan para wali adalah Nabiyur-Rahmah Muhammad Saw.
yang melalui beliau mengalir ilmu-ilmu Hakikat Allah
dari “hati spiritual” ke “hati spiritual” para hamba-Nya yang mukhlisin.”
- Dikutip dari kata-kata mutiara Wiyoso Hadi -
Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurayrah ra, bahwa
Rasulullah SAW (ShollaLlahu ‘Alayhi Wassalam) bersabda: “Sesungguhnya Allah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi mencintai di antara makhluk-Nya orang-orang
pilihan, (mereka) tersembunyi, taat, rambut mereka acak-acakan, wajah mereka
berdebu dan perut mereka kelaparan. Jika meminta izin kepada pemimpin ditolak.
Jika melamar wanita cantik tidak diterima. Jika mereka tak hadir tak ada yang
kehilangan dan jika hadir tak ada yang merasa bahagia atas kehadirannya. Jika
sakit tak ada yang mengunjunginya dan jika mati tak ada yang menyaksikan
jenazahnya.”
Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, contohkan pada kami salahsatu dari
mereka?” Beliau SAW menjawab: “Itulah ‘Uways al-Qarani.” Para sahabat bertanya
kembali: “Seperti apakah ‘Uways al-Qarani?” Beliau SAW menjawab: “Matanya
berwarna hitam kebiru-biruan, rambutnya pirang, pundaknya bidang, postur
tubuhnya sedang, warna kulitnya mendekati warna tanah (coklat-kemerahan),
janggutnya menyentuh dada (karena kepalanya sering tertunduk hingga janggutnya
menyentuh dada), pandangannya tertuju pada tempat sujud, selalu meletakkan
tangan kanannya di atas tangan kiri, menangisi (kelemahan) dirinya, bajunya
compang-camping tak punya baju lain, memakai sarung dan selendang dari bulu
domba, tidak dikenal di bumi namun dikenal oleh penduduk langit, jika bersumpah
(berdo’a) atas nama Allah pasti akan dikabulkan. Sesungguhnya di bawah pundak
kirinya terdapat belang putih. Sesungguhnya kelak di hari kiamat, diserukan
pada sekelompok hamba, “Masukklah ke dalam surga!” Dan diserukan
kepada ‘Uways, “Berhenti, dan berikanlah syafa’at!” Maka Allah memberikan syafa’at sebanyak kabilah Rabi’ah dan Mudhar.”
kepada ‘Uways, “Berhenti, dan berikanlah syafa’at!” Maka Allah memberikan syafa’at sebanyak kabilah Rabi’ah dan Mudhar.”
“Wahai ‘Umar, wahai `Ali! Jika kalian berdua menemuinya, mintalah padanya
agar memohonkan ampun bagi kalian berdua, niscaya Allah akan mengampuni kalian
berdua.” Maka mereka berdua mencarinya selama sepuluh tahun tetapi tidak
berhasil. Ketika di akhir tahun sebelum wafatnya, ‘Umar ra berdiri di gunung
Abu Qubais, lalu berseru dengan suara lantang: “Wahai penduduk Yaman, adakah di
antara kalian yang bernama ‘Uways?”
Bangkitlah seorang tua yang berjenggot panjang, lalu berkata: “Kami tidak
tahu ‘Uways yang dimaksud. Kemenakanku ada yang bernama ‘Uways, tetapi ia
jarang disebut-sebut, sedikit harta, dan seorang yang paling hina untuk kami
ajukan ke hadapanmu. Sesungguhnya ia hanyalah penggembala unta-unta kami, dan
orang yang sangat rendah (kedudukan sosialnya) di antara kami. Demi Allah tak
ada orang yang lebih bodoh, lebih gila (lebih aneh/nyentrik), dan lebih miskin
daripada dia.”
Maka, menangislah ‘Umar ra, lalu beliau berkata: “Hal itu (kemiskinan &
kebodohan spiritual) ada padamu, bukan padanya. Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Kelak akan masuk surga melalui syafa’atnya sebanyak kabilah Rabi`ah
dan Mudhar.” Maka ‘Umar pun memalingkan pandangan matanya seakan-akan tidak
membutuhkannya, dan berkata: Dimanakah kemenakanmu itu!? Apakah ia ada di tanah
haram ini?” “Ya,” jawabnya. Beliau bertanya: “Dimanakah tempatnya?” Ia
menjawab: “Di bukit ‘Arafat.” Kemudian berangkatlah ‘Umar dan ‘Ali ra dengan
cepat menuju bukit ‘Arafat. Sampai di sana, mereka mendapatkannya dalam keadaan
sedang shalat di dekat pohon dan unta yang digembalakannya di sekitarnya.
Mereka mendekatinya, dan berkata: “Assalamu’alayka wa rahmatullah wa
barakatuh.” ‘Uways mempercepat shalatnya dan menjawab salam mereka.
Mereka berdua bertanya: “Siapa engkau?” Ia menjawab: “Penggembala unta dan
buruh suatu kaum.” Mereka berdua berkata: “Kami tidak bertanya kepadamu tentang
gembala dan buruh, tetapi siapakah namamu?” Ia menjawab: ” `Abdullah (hamba
Allah).” Mereka berdua berkata: “Kami sudah tahu bahwa seluruh penduduk langit
dan bumi adalah hamba Allah, tetapi siapakah nama yang diberikan oleh ibumu?”
Ia menjawab: “Wahai kalian berdua, apakah yang kalian inginkan dariku?”
Mereka berdua menjawab: “Nabi SAW menyifatkan kepada kami seseorang yang
bernama ‘Uways al-Qarani. Kami sudah mengetahui akan rambut yang pirang dan
mata yang berwarna hitam kebiru-biruan. Beliau SAW memberitahukan kepada kami
bahwa di bawah pundak kirinya terdapat belang putih. Tunjukkanlah pada kami,
kalau itu memang ada padamu, maka kaulah orangnya. Maka ia menunjukkan kepada
mereka berdua pundaknya yang ternyata terdapat belang putih itu. Mereka berdua
melihatnya seraya berkata: “Kami bersaksi bahwasannya engkau adalah ‘Uways
al-Qarani, mintakanlah ampunan untuk kami, semoga Allah mengampunimu.”
Ia menjawab: “Aku merasa tidak pantas untuk memohon ampun untuk anak cucu
Adam (‘alayhis-salam), tetapi di daratan dan lautan (di kapal yang sedang
berlayar) ada segolongan laki-laki maupun wanita mu’min (beriman) dan muslim
yang doanya diterima.” ‘Umar dan ‘Ali ra berkata: “Sudah pasti kamu yang paling
pantas.”
‘Uways berkata: “Wahai kalian berdua, Allah telah membuka (rahasia
spiritual) dan memberitahukan keadaaan (kedudukan spiritual)ku kepada kalian
berdua, siapakah kalian berdua?” Berkatalah `Ali ra: “Ini adalah ‘Umar ‘Amir
al-Mu’minin, sedangkan aku adalah `Ali bin Abi Thalib.” Lalu ‘Uways bangkit dan
berkata: “Kesejahteraan, rahmat dan keberkahan Allah bagimu wahai ‘Amir
al-Mu’minin, dan kepadamu pula wahai putra ‘Abi Thalib, semoga Allah membalas
jasa kalian berdua atas umat ini dengan kebaikan.” Lalu keduanya berkata:
“Begitu juga engkau, semoga Allah membalas jasamu dengan kebaikan atas dirimu.”
Lalu ‘Umar ra berkata kepadanya: “Tetaplah di tempatmu hingga aku kembali
dari kota Madina dan aku akan membawakan untukmu bekal dari pemberianku dan
penutup tubuh dari pakaianku. Di sini tempat aku akan bertemu kembali
denganmu.”
Ia berkata: “Tidak ada lagi pertemuan antara aku denganmu wahai ‘Amir
al-Mu’minin. Aku tidak akan melihatmu setelah hari ini. Katakan apa yang harus
aku perbuat dengan bekal dan baju darimu (jika engkau berikan kepadaku)?
Bukankah kau melihat saya (sudah cukup) memakai dua lembar pakaian terbuat dari
kulit domba? Kapan kau melihatku merusakkannya! Bukankah kau mengetahui bahwa
aku mendapatkan bayaran sebanyak empat dirham dari hasil gembalaku? Kapankah
kau melihatku menghabiskannya? Wahai ‘Amir al-Mu’minin, sesungguhnya
dihadapanku dan dihadapanmu terdapat bukit terjal dan tidak ada yang bisa
melewatinya kecuali setiap (pemilik) hati (bersih-tulus) yang memiliki rasa
takut dan tawakal (hanya kepada Allah), maka takutlah (hanya kepada Allah)
semoga Allah merahmatimu.”
Ketika ‘Umar ra mendengar semua itu, ia menghentakkan cambuknya di atas
tanah. Kemudian ia menyeru dengan suara lantang: “Andai ‘Umar tak dilahirkan
oleh ibunya! Andai ibuku mandul tak dapat hamil! Wahai siapa yang ingin
mengambil tampuk kekhilafahan ini?” Kemudian ‘Uways berkata: “Wahai ‘Amir
al-Mu’minin, ambillah arahmu lewat sini, hingga aku bisa mengambil arah yang
lain.” Maka ‘Umar ra berjalan ke arah Madina, sedangkan ‘Uways menggiring
unta-untanya dan mengembalikan kepada kaumnya. Lalu ia meninggalkan pekerjaan
sebagai penggembala dan pergi ke Kufah dimana ia mengisi hidupnya dengan
amal-ibadah hingga kembali menemui Allah.
5. SEPUTAR RAHASIA WALI ALLAH
Inna auliya allahi la khaufun ‘alaihim walaa
hum yahzanuun. Begitulah penegasan Allah tentang hakekat jiwa para wali, bahwa
mereka tidak akan dirundung takut dan sedih. Tak heran bila kita melihat
perjalanan hidup para wali sanga dan para wali jaman mutakhir, semisal KH Moch.
Cholil Bangkalan, KH Abdul Hamid Pasuruan, KH Chamin Jasuli (Gus Mik) dan
beberapa auliya’ lainnya, mereka tidak kenal rasa takut dan sedih, sebab hidup
dan mati mereka memang untuk dan bagi Allah semata. Hanya saja, bagaimanapun
dunia wali adalah dunia penuh rahasia.
Terkait
dengan rahasia wali Allah itu, Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali menulis
sebuah cerita dalam Mukasayafat Al-Qulub. Alkisah, seorang bangsawan berjalan
jalan di pasar budak. Matanya tertarik pada seorang budak bertubuh kekar. Lalu
ia bertanya kepada budak itu, “Maukah kau bekerja untukku? Aku lihat kau
mempunyai keterampilan yang aku butuhkan”. Dengan tenang budak itu menjawab, “
Aku mau bekerja untuk siapapun dengan dua syarat.” “Apa itu syaratmu anak
muda?”, tanya sang bangsawan penasaran. “Dua syaratku adalah : pertama, aku
hanya bekerja siang hari, jangan suruh aku bekerja malam hari dan kedua, aku
tidak mau tinggal satu rumah denganmu, beri aku tempat tinggal yang lain.”
Mendengar ini, timbul rasa penasaran di hati bangsawan, ia pun berniat untuk
mempekerjakan budak itu, apalagi si budak memenuhi kriterianya.
Singkat cerita dibawalah budak itu ke rumah sang bangsawan. Ia diizinkan
untuk tinggal di sebuah gubuk di sebelah rumah mewah bangsawan. Lalu dimulailah
hari-hari sang budak bekerja bagi majikan barunya. Segala sesuatu berjalan apa
adanya. Si budak bekerja di siang hari menjalankan tugas tugasnya sampai
majikannya sangat puas terhadapnya. Ingin rasanya majikan itu memintanya kerja
juga di malam hari walaupun hanya untuk pekerjaan ringan, tetapi ia teringat
akan syarat pertama si budak. Dan ia merasa berkecukupan dengan kerja baik si
budak itu pada siang hari.
Semuanya berjalan lancar sampai pada suatu saat ketika istri si bangsawan
merasa ingin memberi hadiah atas kerja keras budak itu. Tanpa sepengetahuan
suaminya, malam hari istri bangsawan itu membawakan sesuatu buat si budak. Ia
menyelinap masuk ke dalam gubuk. Ia terkejut manakala menemukan budak itu
telungkup sujud. Di atasnya bergayut lingkaran putih bercahaya.
Melihat ini, istri bangsawan segera berlari menemui suaminya dan berkata,
“Wahai suamiku, sesungguhnya budak itu adalah seorang wali Allah !”. Dengan
segera pasangan suami istri itu bergegas menemui si budak. Apa jawab budak itu
ketika bertemu mereka ? Ia hanya menjawab singkat, “Bukankah sudah aku minta
agar kalian tidak menggangguku di malam hari ?” Lalu ia menengadahkan tangannya
ke langit seraya menggumankan sebuah syair yang artinya : “Wahai pemilik
rahasia, sesungguhnya rahasia ini sudah terungkap, maka tak kuinginkan lagi
hidup ini setelah rahasia ini tersingkap”. Tak lama setelah membacakan syair
ini, si budak pun sujud dan menghembuskan nafasnya yang terakhir, meninggalkan
suami istri itu dalam keheranan.
Cerita dari Imam Ghazali itu mengantarkan kita kepada beberapa hal,
diantaranya bahwa kita sebagai manusia biasa tidak mengetahui begitu saja bahwa
seseorang adalah wali Allah dan seseorang yang lain bukan . Menurut para sufi,
la ya’rifal-wali illa al-wali, tidak akan mengetahui seorang wali selain wali
Tuhan yang lainnya.
Demikianlah beberapa
artikel tentang wali Allah dan tanda tandanya, mudah mudahan menambah wawasan
dan meningkatkan motivasi kita untuk mendekatkan diri pada Allah. Dalam surat
Al Waqiah ayat 10-14 disebutkan bahwa para Wali Allah adalah orang yang dekat
dengan Allah (Al Mukarrobuun), mereka itu sebagian besar orang zaman dahulu dan
sebagian kecil dari orang zaman sekarang (kemudian).
10. Dan orang-orang yang beriman
paling dahulu, 11. Mereka itulah yang didekatkan
kepada Allah. 12. Berada dalam jannah kenikmatan13.
Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, 14.
dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian (Al Waqiah 10-14)
Mari kita
berlomba lomba untuk mendapatkan derajat Aulia Allah ataupun Al Muqarrobun
seperti yang disebutkan dalam surat Al Waqiah tersebut diatas.