Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan salam semoga
terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan
para sahabatnya.
Pada
malam ini, Senin (4/6/2012) atau Selasa 15 Rajab 1433 H, Insya Allah akan
terjadi gerhana bulan cincin. Gerhana ini dapat disaksikan di seluruh wilayah
di Tanah Air, walaupun terjadi perbedaan terlihatnya proses gerhana. Karenanya,
kaum muslimin yang menyaksikan gerhana tersebut disyariatkan untuk mengerjakan
shalat khusuf. Kaifiyahnya, memiliki sedikit perbedaan dari shalat pada
umumnya. Karenanya perlu kami suguhkan lagi tulisan berkaitan dengan tata cara
shalat gerhana ini. Sebagaimana kita mengetahui bahwa gerhana matahari dan
bulan merupakan fenomena alam yang tidak seperti biasanya, maka Allah Ta’ala
mensyariatkan atas kita melalui lisan Nabi-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam
untuk melaksanakan shalat gerhana. Pada gerhana matahari biasanya disebut
dengan shalat kusuf, sedangkan pada gerhana bulan dengan shalat
khusuf. Namun terkadang kedua nama tersebut memiliki arti yang sama.
Artinya kusuf bisa digunakan untuk gerhana matahari dan bulan, begitu juga
khusuf.
Tidak
ada perselisihan di antara ulama, shalat gerhana dikerjakan dua rakaat. Dan
pendapat yang masyhur dari pelaksanaannya adalah pada setiap rakaatnya dua kali
berdiri, dua kali bacaan, dua kali ruku', dan dua kali sujud. Ini adalah
pendapat Imam Malik, Imam al-Syafi'i, dan Imam Ahmad rahimahumullah.
Argument mereka sebagai berikut:
Pertama: Hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, ia
mengatakan: "Terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam, lalu beliau shalat dan orang-orang mengikuti shalat
beliau. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang sangat panjang sepanjang
sekitar bacaan surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku' dengan ruku' yang sangat
panjang. Kemudian beliau berdiri cukup panjang, namun lebih pendek dari yang
pertama. Kemudian beliau ruku' dengan ruku' yang cukup panjang, namun lebih
pendek daripada ruku' yang pertama." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua: Hadits Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Bahwa
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakan shalat pada saat
terjadi gerhana matahari. Kemudian beliau berdiri lalu bertakbir, lantas
membaca bacaan yang sangat panjang. Kemudian ruku' dengan ruku' yang sangat
panjang, kemudian mengangkat kepalanya sambil berucap, SAMI'ALLAHU LIMAN
HAMIDAH. Beliau tetap berdiri seperti itu, kemudian membaca bacaan yang
sangat panjang, tetapi lebih pendek dibandingkan bacaan yang pertama. Kemudian
beliau ruku' dengan ruku' yang sangat panjang, tetapi tidak sepanjang ruku'
yang pertama. Kemudian beliau sujud dengan sujud yang panjang. Beliau melakukan
itu pada rakaat kedua, kemudian mengucapkan salam." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ketiga: Hadits jabir Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:
"Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam pada hari yang sangat panas. Kemudian beliau shalat
bersama para sahabatnya dengan memperpanjang berdiri hingga membuat mereka
jatuh tersungkur. Kemudian beliau ruku' dengan panjang, lalu mengangkat
kepalanya dan berdiri dengan masa yang panjang. Kemudian beliau ruku' kembali
dengan ruku' yang panjang. Kemudian beliau sujud dua kali, lalu berdiri
kembali. Beliau mengulanginya seperti rakaat pertama. Jadi shalat tersebut,
empat kali ruku' dan empat kali sujud." (HR. Muslim, Abu Dawud, al-Nasai,
dan Ahmad)
Jadi
dapat diringkas dari tata cara pelaksanaan shalat gerhana sebagai berikut:
- Bertakbir, membaca istiftah, Isti'adzah, al-Fatihah, kemudian membaca surat yang panjang, setara surat Al-Baqarah.
- Ruku' dengan ruku' yang panjang (lama).
- Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.
- Tidak langsung sujud, tetapi membaca kembali surat Al-Fatihah dan surat dari Al-Qur'an namun tidak sepanjang pada bacaan sebelumnya.
- Ruku' kembali dengan ruku' yang panjang tapi tidak sepanjang yang pertama.
- Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan, Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.
- Sujud, lalu duduk di antara dua sujud, kemudian sujud kembali.
- Kemudian berdiri untuk rakaat kedua, dan caranya seperti pada rakaat pertama tadi.
Catatan:
* Disunnahkan pelaksanaan shalat gerhana di masjid, tidak ada
azan atau iqomah sebelumnya, hanya panggilan “Al-Shalatul Jami'ah.”
Dari
Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Bahwa telah terjadi gerhana matahari di
zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam lalu beliau mengutus
seorang untuk menyeru “Al-Shalatul Jami'ah,” maka mereka berkumpul dan beliau
maju bertakbir dan shalat dua rakaat dengan empat ruku' dan empat sujud."
(HR. Muslim)
Diriwayatkan
dari Abdullah bin 'Amr, ia mengatakan: "Ketika terjadi gerhana matahari
pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, diserukan
“Al-Shalatul Jami'ah”. (HR. Al-Bukhari)
*
Disunnahkan Imam untuk memberikan
nasihat kepada manusia dengan berkhutbah setelah shalat, memperingatkan mereka
agar tidak lalai dan memerintahkan mereka supaya memperbanyak doa, istighfar,
dan amal shalih. Hal ini didasarkan pada hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha,
"Ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah selesai dari
shalat, beliau berdiri dan berkhutbah kepada jama'ah. Beliau memuji Allah dan
menyanjungnya. Kemudian beliau mengatakan,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا
يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ
فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا ثُمَّ قَالَ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ
وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ
تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ
لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
"Sesungguhnya
matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah.
Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula
karena hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihatnya bersegeralah berdoa
kepada Allah, bertakbirlah, shalat dan bersedekahlah. Kemudian beliau bersabda:
Wahai Umat Muhammad, demi allah, tidak ada seorangpun yang lebih pencemburu
daripada Allah. (Dia cemburu) hamba sahaya laki-laki dan hamba sahaya
perampuan-Nya berzina. Wahai umat Muhammad, demi Allah kalau saja kalian tahu
apa yang aku ketahui niscaya kalian sedikti tertawa dan banyak menangis." (HR.
Al-Bukhari)
Maknanya,
tidak ada yang lebih banyak mencela perbautan keji (zina) daripada Allah
Ta'ala. Yang ini mengindikasikan, bahwa Allah akan menghukum pelaku zina di
dunia dan akhirat, atau di salah satunya. Ini memiliki korelasi dengan perintah
untuk memperbanyak istighfar, zikir, doa, shalat dan shadaqah, karena maksiat
adalah sebab utama datangnya bala' dan musibah, dan maksiat yang paling hina
adalah berzina. (Diringkaskan dari ketarangan Ibnul Hajar dalam Fath al-Baari,
Bab Shadaqah fi al-Kusuf). Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]